Rabu, 31 Juli 2013

Episode 2 _ Menyambut Dunia _


Kericuhan semakin kacau saja. Seorang bayi yang hampir  terbunuh terlahir. Kesepian akan merubahnya menjadi sosok yang berpengaruh. Sang pembawa perubahan

Episode 2
Menyambut Dunia
  Sebilah pisau siap ditikam ke sebuah perut seorang wanita hamil. Permasalahan rumah tangga membuat seorang wanita siap menikam bayi yang sedang ia kandung. Sedangkan
sang suami tak kunjung pulang. Orang – orang seisi rumahpun dengan sigap menghentikan wanita itu.
  Dalam kandungan itulah aku berada. Hampir saja aku terbunuh sebelum melihat dunia ini. Bapakku yang bekerja sebagai arsitek di senayan membuat masalah dalam rumah tangga, membuat ibuku stress dan berpikir untuk membunuh dirinya bersama bayi yang sedang ia kandung. Namun Allah berkehendak lain. Insiden itu gagal dan nyawaku selamat. Allah memberikanku kesempatan hidup di dunia ini.
  Aku adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Dua kakak laki – laki sudah mendahuluiku ke dunia. Setelah aku terlahir baru adikku menyusul. Aku berhasil menjadi juara di antara sperma lainnya meskipun aku mendapat giliran ketiga untuk menyambut dunia.
  Hari senin, hari yang sama dengan hari lahirnya nabi Muhammad saw, hari dimana banyak orang – orang menawan nan setia terlahir, aku menyambut dunia ini. Tepatnya tanggal 02 november 1992. Pagi itu ibuku mulai merasakan ingin melahirkan. Secepatnya ibuku dibawa ke rumah sakit terdekat. Rumah sakit itu adalah Nugraha, sebuah rumah sakit Kristen. Terpaksa ibuku berjuang antara hidup dan mati melahirkanku berhadapan dengan sebuah salib besar yang tertempel di dinding.
  Meskipun begitu aku terlahir dalam keadaan yang istimewa. Aku terlahir dengan wajah yang memancar seperti matahari. Jika aku diletakkan di tempat gelap gulita yang membuat tak satupun benda terlihat, maka wajahku akan menerangi ruangan itu. Melihat fenomena ini membuat nenekku mengatakan padaku yang masih bayi
“Kamu akan menjadi seorang ulama”
****
  Namaku adalah Aghry Wiranata Anugrah. Aghry diberikan oleh ayahku yang berarti agraria, dia berharap aku akan menjadi seorang penguasa. Sedangkan dalam bahasa Arab artinya yang selalu menawan.
Sedangkan Wiranata adalah pemberian ibuku. Dia sangat menyukai nama ini. Nama yang diambil dari orang hebat dan berharap aku akan melebihi kehebatannya. Sedangkan Anugrah adalah karena aku adalah seorang anak yang terlahir sebagai anugrah. Bayi yang terlahir di tengah banyaknya masalah dan menjadi harapan akan membawa perubahan yang lebih baik.
  Masa kanak – kanakku kujalani dengan dipenuhi keceriaan. Bapakku berhasil menjadi orang yang sukses lebih cepat dari keluarganya yang lain. Hal ini membuat masa kanak – kanakku terasa sangat bahagia. Berpostur gemuk, rambut lurus, dan berkulit sangat putih. Sampai akhirnya kejayaan bapakku berakhir, mulailah keluargaku menata ekonomi hidup kembali di tengah sulitnya hidup.
  Sejak kecil aku menjadi anak emas. Aku adalah anak yang paling dimanja dan disayang di antara tiga anak lainnya. Pendidikanku dimulai dari Taman Kanak – kanak. Ulang tahunku saja dirayakan dengan mewah. Semua sebelum masuknya masa krismon dan runtuhnya kejayaan bapakku.
  Sejak umur enam tahun aku sudah dapat melakukan gerakan shalat beserta bacaannya dengan sempurna. Sejak itu aku tidak lagi meninggalkan shalat kecuali karena suatu kekhilafan sampai dewasa. Sejak enam tahun juga aku sudah mampu berpuasa sampai satu bulan full hingga dewasa. Soal agama aku selalu dibanggakan dari yang lain. Tapi aku menjadi yang terbodoh diantara kakak – kakakku di bidang ilmu. Kakak keduaku menurunkan kelebihan bapakku yang menguasai bidang matematika sejak SD. Sedangkan aku sampai duduk di kelas dua masih belum bisa memegang pensil dengan benar. Di sekolah aku adalah anak yang paling pendiam. Meskipun dimanja aku tidak banyak menuntut. Aku mengerti keadaan ekonomi keluargaku waktu itu sehingga aku tidak meminta uang jajan. Namun ibuku tetap rutin memberikanku jajan sesuai tingkat kelasku. Kelas satu SD sebesar 100 rupiah, kelas dua sebesar dua ratus, dan seterusnya. Uang itu selalu kutabung karena uang sebesar itu hanya dapat kubelikan sedikit makanan.
  Sejak kecil aku juga sudah belajar mandiri karena ibuku sering meninggalkanku sendiri di rumah. Sekolah pun tak diantar. Namun aku kurang aktif dalam sebuah kegiatan karena watakku yang terlalu pendiam. Karena diam itu juga aku hanya memiliki beberapa teman dekat. Aku suka iri jika melihat teman – temanku yang pintar menjadi sorotan banyak orang di sekolah. Aku bermimpi secepatnya aku akan menjadi seperti mereka. Aku akan membuat semua orang mengakui keberadaanku. Kemampuan bereksitensi ini memang sudah menjadi sebuah hakikat dari manusia.
  Meskipun aku tertinggal oleh teman – temanku, dibelakangi oleh abangku, tidak membuat aku pesimis. Aku yakin aku pasti bisa. Sejak kelas tiga SD aku mulai gemar dalam membaca dan berhitung. Seringnya aku melakukan dua kegiatan ini mengasah kemampuan dalam membaca dan berhitung. Matematika menjadi pelajaran paling kucinta di antara pelajaran lain.
  Saat aku duduk di kelas empat aku berhasil mendapatkan peringkat. Meskipun peringkat ini belum mencapai peringkat tingkat besar tapi cukup menambah saingan bagi mereka yang biasa mendapat peringkat di atas lima. Di kelas lima aku berhasil mendapatkan peringkat dua. Hal ini membuat aku menjadi banyak sorotan orang – orang banyak. Tak jarang ada yang meminta rahasia apa dibalik kesuksesanku menuju peringkat atas. Sejak itu aku menjadi korban contekan. Jika sudah ada PR khususnya materi MTK mereka akan segera menuju rumahku untuk mengeerjakan secara berkelompok. Meski begitu tetap saja aku yang mengerjakan tugas itu sendirian kemudian mereka hanya menyalin hasilnya. Saat aku duduk di kelas enam aku berhasil mendapat juara satu dengan nilai yang sangat tinggi.
  Aku berhasil menyaingi semua teman – temanku dan membuktikan pada orang tuaku bahwa aku bisa lebih hebat dari kakakku. Aku paling suka jika guru mengadakan lomba cerdas cermat dalam materi MTK. Aku akan selalu menjadi penghitung tercepat di antara lainnya. Menghitung menjadi sebuah hobbi yang menyenangkan untukku.
  Olahraga yang paling kusuka waktu SD adalah sepak bola dan berenang. Demi berenang aku rela mengojekkan sepedaku demi mendapatkan uang untuk membayar tiket saat sekolah mengadakan olahraga berenang. Karena aku tahu orang tuaku pasti tidak mempunyai uang untuk membeli tiket tersebut. Aku juga tidak segan untuk membeli bola tending. Setiap pagi aku akan bergegas keluar menuju lapangan sepak bola untuk bermain bersama teman – temanku. Brasil adalah Negara favoritku waktu itu tetapi Michel Owen yang menjadi idolaku.
****
  Sebelum mengakhiri masa SD aku berhasil membuat suatu kebanggan lagi untuk sekolah dan keluarga. Saat diadakan cerdas cermat di sebuah sekolah swasta Al-Hasra seJABOTABEK, aku menjadi utusan sekolahku bersama satu teman laki – laki dan delapan perempuan lain. Dalam lomba itu sungguh tak kusangka aku berhasil mendapat pemenang harapan di dari sekolahku. Aku mendapat beasiswa untuk bersekolah di sekolah yang mewah itu. Aku berlari penuh rasa gembira saat guruku memberikan kartu tanda beasiswanya. Dari sekolah aku berlari kesenangan. Aku membayangkan melihat wajah ibuku yang penuh rasa bangga padaku.
  Sampainya di rumah ibuku sangat senang mendengar cerita aku menjadi pemenang. Namun saat aku memberitahukan untuk bersekolah di situ karena aku mendapat beasiswa, ibu ku terdiam. Aku kecewa melihatnya karena yang kuharapkan adalah wajah bangga, bukan diam.
  Ibuku menjelaskan kalau sebenarnya aku diniatkan untuk disekolahkan di pesantren. Nenekku lah yang sangat berharap salah satu keturunannya ada yang masuk pesantren, dan itu adalah aku. Selain itu pesantren ini berbayar murah hanya sebesar dua puluh ribu untuk biaya makan satu bulan. Aku yang masih polos dan taat saja pada orang tua mengiyakan saja tanpa memperdulikan bagaimana kehidupan di pesantren nanti. Yang aku tahu hanya aku akan mahir beragama dan bertemu orang – orang alim di dalamnya.
  Setelah SDku selesai, ibuku mulai membelanjakan segala barang yang akan kubutuhkan nanti di pesantren. Mulai dari gelas, termos, piring, kemeja, dan banyak makanan pengenyang seperti mie instan dan energen.
  Malam sebelum berangkat ibuku memanggilku dan merangkulku sekencang – kencangnya seakan tak mau lepas selamanya. Ia menangis sejadi – jadinya sambil terus menciumiku. Aku yang masih kecil tidak mengerti kenapa ibuku melakukan itu. Aku jadi semakin penasaran bagaimana kehidupan nanti di pesantren.
****
Judul: Episode 2 _ Menyambut Dunia _
Rating: 10 out of 10 based on 24 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh Aghry

Jika Anda Suka Tulisan Ini, Mohon dishare ke teman - teman juga ya agar mereka juga dapat menikmati. Berikan juga penghargaan pada tulisan ini dengan menekan tombol G+. Mohon kesan dan kritiknya juga di komentar guna memperbaiki tulisan ini. Terima Kasih Atas Kunjungan Anda...

0 comments:

Posting Komentar

 
;