Rabu, 31 Juli 2013

Episode 6 _Rival_

Di tengah kesulitan yang kualami, seseorang berotak jenius datang membuat ku terkagum – kagum. Membuat sebuah tantangan untukku.
 You’re my rival

Episode 6
Rival
Malam terasa sangat cepat berlalu. Rasanya baru saja sebentar menikmati indahnya mimpi, rekaman tilawah al-Qur’an sudah bergema ke seluruh penjuru pesantren tanda masuknya waktu subuh. Hawa dingin yang sangat seakan menahan mata ini untuk terbuka. Selimut yang sudah terlepas dari tubuh kembali kutarik  untuk menghangatkan tubuh. Rasa hangat yang diberikan selimut mengajakku untuk kembali terlelap dalam tidur.

  Baru saja tubuh ini melayang ke alam mimpi, suara ribut kembali membangunkanku dari tidur yang singkat.  Ternyata para santri yang sedang piket malam memasuki kamarku untuk membangunkan santri – santri yang belum terbangun. Terpaksa aku membuka mataku dengan rasa malas. Sambil menggaruk – garuk kepala yang sebenarnya tidak gatal aku mengganti pakaianku dengan pakaian shalat. Setelah rapi aku bergegas pergi ke midho’ah untuk sikat gigi dan berwudhu.
  Adzan subuh masih juga belum berkumandang. Namun rasa kantuk masih menggelayuti kedua mataku. Sambil bershalawat kepada nabi aku menahan rasa kantuk itu meskipun terkadang kepalaku terangguk – angguk dengan sendirinya. Sampai akhirnya datang seorang santri bertubuh besar yang selalu menaruh sajadah di pundaknya. Aku merasa terjaga. Tubuhnya tegap dan berjalan santai berkeliling masjid dengan penuh wibawa. Sorot matanya tajam memperhatikan seluruh santri yang ada di masjid. Seluruh santri sekejap mengangkat suara mereka untuk melantunkan shalawat dengan semangat sampai adzan subuh berkumandang.
  Selesai shalat shubuh seperti biasa seluruh santri melakukan aktivitas tahfidz bersama kelompok masing – masing. Seketika suara mereka yang membaca al-Qur’an bergema ke seluruh masjid bahkan sampai terdengar ke seluruh pesantren. Semua santri berlomba untuk mendapatkan hafalan yang lebih banyak dari temannya. Namun tetap saja masih ada beberapa santri yang malas membaca dan tidur. Biasanya  santri dengan sajadah terlipat di pundaknya akan berkeliling untuk menegur santri yang tertidur waktu tahfidz.
Aku berjalan dengan al-Qur’an di dada menuju kelompokku.  Anak berkulit putih seperti biasa duduk berdempet dengan dinding sebelah kanan muqri’ dan aku duduk berdempet dinding sebelah kiri muqri’. Dan seperti biasa juga dia selalu menyetorkan hafalannya lebih dulu dariku dengan jumlah ayat yang lebih banyak pula. Setiap hari selalu begitu. Aku berusaha untuk terus maju lebih selangkah darinya tapi dia bagaikan dinding yang sulit kulompati. Hari ini aku berhasil menghafal ayat qur’an lebih dari kemarin tapi dia menghafal sampai setengah kaca lembar al-qur’an. Di hari selanjutnya aku berusaha untuk dapat menyainginya dengan menghafal sampai setengah kaca lembar al-Qur’an tapi dia dapat menghafal sampai satu lembar al-Qur’an. Aku semakin heran dengan kemampuannya dan aku menyalahkan diriku sendiri yang tidak bisa melebihinya. Tapi aku masih belium menyerah. Aku lebih bersemangat untuk dapat pula menyetor sampai selembar al-Qur’an tapi lagi – lagi dia selalu melebihiku. Dia semakin jauh lebih banyak menghafal ayat al-Qur’an dari banyaknya kemampuanku dalam menghafal ayat al-Qur’an. Semakin hari semakin banyak saja jumlah lembar yang mampu ia hafal dalam waktu yang singkat. Mulai dari satu lembar, dua lembar, dan seterusnya.
Namanya adalah Ahmad Syafi’i. Nama yang sama dengan seorang ulama yang ku ketahui mampu menghafal seluruh al-Qur’an saat umur lima tahun. Dan menghafal seluruh hadist saat umur sepuluh tahun. Dia berasal dari daerah Kedaung, Ciputat. Tingginya sama denganku namun kulitnya lebih putih dari kulitku. Aku tidak dengannya. Kamar dan kelas kita berbeda. Aku tinggal di kamar satu dan dia di kamar tiga. Aku duduk di kelas 1B dan dia di kelas 1A. Aku mengenalnya karena kami sekelompok dalam kelompok tahfidzul qur’an. Meskipun tidak dekat aku mengganggapnya sebagai rivalku dalam menghafal al-Qur’an. Kemampuan dia dalam menghafal yang sangat cepat membuatku tertarik untuk menjadikan dia sebagai saingan.
Untuk bisa mengejar dia aku berusaha mati – matian menghafal ayat qur’an lebih banyak dari biasanya. Namun terasa sangat sulit untuk maju selangkah saja darinya. Entah karena kejeniusannya atau usahanya yang lebih yang membuat aku tidak bisa mengejarnya. Yang pasti aku selalu berusaha lebih keras darinya. Meskipun itu semua belum membuahkan hasil.
Disisi lain aku juga harus belajar di kelas. Pelajaran yang menggunakan kurikulum KMI seperti di Gontor ini tentunya banyak yang menggunakan bahasa Arab. Dan kebanyakan dari semua pelajaran itu dipelajari dengan metode hafalan. Meskipun semua pelajaran itu masih mendasar namun cukup asing untuk kuterima. Ilmu – ilmu dasar dalam belajar dalam alqur’an seperti tajwid, kemudian asas – asas dalam agama seperti ushuluddin, dan fiqih mendasar seperti fiqih wajib.
Dalam kelas 1B, kelas yang aku tempati hanya berisi murid sekitar 20an dari 79 anak secara keseluruhan. Dibimbing oleh seorang ustadz keren berbadan gagah, ustadz Mardiyansyah. Dia sangat baik namun sangat menyeramkan jika sudah marah. Meskipun begitu aku suka diajarkan olehnya. Tidak seperti guru sejarah islam. Dia hanya menyuruh murid – muridnya menulis rangkuman dan bertanya. Tapi tidak memberikan penerangan kepada murid – murid. Bagi seorang yang baru mengenal dunia pesantren sepertiku akan cukup sulit memahami sendiri karena banyak istilah – istilah yang sulit dimengerti. Sempat suatu hari ia menanyakan seputar pelajaran seperti biasanya. Waktu itu aku pertama dan terakhir kalinya serta beberapa temanku kurang beruntung karena belum bisa menjawab pertanyaannya sehingga kami berdiri sebaris di depan papan tulis seperti para penjahat yang sedang di interogasi oleh polisi. Wajah sang guru sangat menyeramkan memandang kami. Dengen menyeringai ia memaki – maki kami yang tidak bisa menjawab. Hal seperti inilah yang terjadi setiap minggunya. Minggu lalu, minggu – minggu yang lalu, hari ini, minggu depan, dan seterusnya hanya seperti ini kegiatannya. Ia memberikan nasihat yang sangat panjang sampai bel tanda habis waktu pelajaran berdentang. Dan seperti biasa ia akan menyuruh seluruh murid untuk mencubit tepat di dada kami sekencang mungkin sebelum keluar dari kelas. Seketika seorang temanku mencubit dadaku dengan sangat kencang. Aku hanya bisa menahan rasa sakit yang sangat itu sambil menggigit bibir. Itu hanya dari satu orang dan masih ada puluhan orang lagi mengantri dibelakangnya dan bersiap memberikan cubitan maut di dadaku yang lebih sakit lagi. Sungguh sangat miris sekali. Setelah semua murid habis dan meninggalkan kelas berganti sang guru mencubit kami habis – habisan lalu pergi meninggalkan kami di kelas yang sudah tak berpenghuni. Beberapa dari kami mulai pergi dari kelas dengan mata mereka yang memerah menahan tangisan. Kini di kelas hanya tinggal aku berdua bersama seorang temanku yang sudah meneteskan air mata tak kuasa menahan rasa sakit. Tak lama juga aku mengikutinya. Namun aku masih berusaha untuk tertawa untuk mencairkan suasana dan temanku juga ikut ceria meskipun air mata kami masih saja meleleh di pipi kami. Adzan zuhur mulai berkumandang dan kami keluar dari kelas. Namun rasa sakit masih saja menyiksa kami sehingga kami mampir dahulu ke kafe untuk membeli batu es. Batu es itu kugunakan untuk membersihkan wajahku dari air mata dan kutempelkan di dada bekas cubitan tadi. Dadaku memerah dan banyak cabikan – cabikan mengeluarkan darah. Sangat sakit. Sekembalinya di kamar kak Imam mendekatiku. Seperti biasa dia akan selalu memperhatikan anggota kamar dengan penuh kasih sayang. Aku hanya terdiam ketika ia bertanya apa yang terjadi denganku. Saat aku mulai bercerita aku malah kembali menangis lagi layaknya anak kecil. Dia merangkulku dan menenangkanku dengan kata – katanya yang penuh kasih sayang. Sampai akhirnya aku tertidur.
Lain dengan guru pelajaran bahasa arab dan muthalaah. Wali kelas langsung yang memegang pelajaran bahasa arab. Setiap minggunya kami akan diajak berteriak mengulang – ulang kosa kata bahasa arab dan bagaimana menggabungkannya menjadi sebuah kalimat. Kosa kata pertama yang kudapat ialah “Hadza” artinya ini. Semua murid bersemangat dalam meneriakkan kosa kata tersebut dengan dipandu ustadz Mardiyansyah. “Haadza kitaabun” teriak kami. Kuraasa ini menyenangkan. Sedangkan muthalaah berisi cerita – cerita dalam bahasa arab. Materi pertama ialah tentang kisah sebuah mobil. Ya hanhya menceritakan mobil beroda empat dan rodanya terbuat dari karet. Semua murid diajak mengulang – ulang kalimat perkalimat dan menghafalnya. Dan itu sangat menyenangkan.
Pelajaran yang sangat mengasikkan ialah pelajaran mahfudzat. Isinya syair – syair bahasa arab yang sarat makna. Mempelajarinya adalah mempelajari petuah – petuah hidup. Setiap minggu kami akan mendapatkan kata – kata mutiara dari pelajaran ini. dan kata mutiara pertama adalah kalimat yang dibuat oleh rasulullah saw sendiri. Sebuah kalimat yang sangat bermakan luas dan menempel sampai sekarang. Hanya terdiri dari empat kosa kata namun jika dijelaskan akan menghasilkan puluhan bahkan ratusan lembar untuk menulisnya. Kalimat ini pula yang akan selalu diulang – ulang dalam setiap kegiatan di pesantren ini. dan akan selalu menjadi kalimat penuh motivasi dalam kehidupan ini. “man jadda wajada” siapa yang bersungguh – sungguh maka dapatlah ia.
Namun sangat disayangkan untuk pelajaran – pelajaran umum tidak dapat perhatian lebih. Pelajaran – pelajaran ini seperti hanya menjadi sekedar selingan saja. Aku sangat menyayanghkan karena aku sangat mencintai pelajaran matematika. Sejak SD aku akan selalu bersemangat jika sudah belajar tentang matematika. Menghitung adalah hobbi yang membuatku senang. Meskipun terkadang terdapat soal yang memusingkan kepala dalam pemecahannya akan kucari jawaban itu sampai dapat. Jika jawaban ditemukan rasanya seperti mendapatkan harta karun setelah melalui peta yang penuh dengan rintangan. Tapi disini aku tidak mendapatkan itu. Mungkin karena guru – guru disini semua adalah alumni dari pesantren ini pula dan pendidikan mereka juga kurang dalam pelajaran umum sehingga disini kekurangan guru yang berkompeten dalam bidang ini. aku sempat bermimpi bahwa suatu hari aku akan merubah keadaan seperti ini. sempat dipanggilkan guru dari luar untuk mengajarkan materi matematika disini tapi itu tidak berlangsung lama.
Sisanya semua adalah pelajaran yang akan selalu dipelajari dengan teriak – teriakkan namun mengasikkan. Dan aku akan kesulitan jika sudah urusan menghafal pelajaran – pelajaran bahasa arab. di luar kelas juga diberikan pelajaran kosa kata bahasa arab setiap siang. Dan setiap kosa kata harus segera dihafal dan digunakan dalam pembicaraan sehari – hari. Dalam tiga bulan ini semua santri baru memang dilatih untuk dapat terbiasa dalam bercakap – cakap dengan bahasa arab dan melupakan pembicaraan bahasa Indonesia. Bagi santri baru yang keceplosan mengucapkan kosa kata yang sudah diberikan akan dilaporkan ke departemen bahasa untuk diberikan sangsi. Beruntung sangsi untuk santri baru hanya sangsi ringan karena kami memang masih pemula dan dalam tahap pembiasaan. Beda halnya dengan santri lama. Jika mereka sengaja berbicara bahasa indonesia akan segera diberikan sangsi berat. Mereka yang menjadi pelanggar akan dipukul menggunakan lipatan sajadah masjid. Dijemur ditengah lapangan yang sangat panas, direndam dikolam ikan yang penuh dengan lumpur, bahkan digunduli. Setiap pelanggar akan diberikan juga tugas lain seperti menghafal kosa kata – kosa kata lain. Dan juga mencari pelanggar lain minimal dua untuk kembali dilaporkan ke departemen bahasa untuk diberikan sangsi. Begitu seterusnya. Setiap minggunya juga akan diadakan hari untuk mempertanyakan semua kosa kata yang sudah diberikan. Hari itu dinamakan Yaumul Sual. Namun dikalangan santri hari itu lebih dikenal dengan nama hari kiamat. Hal itu dikarenakan begitu mencekamnya keadaan pada hari itu. Setiap orang akan diperintahkan berdiri sendirian dihadapan seluruh santri yang lain untuk kemudian diserbu banyak pertanyaan. Bagi mereka yang tidak bisa menjawab akan mendapatkan sangsi yang sangat berat.
Namun seberat – beratnya sangsi di departemen bahasa masih jauh lebih seram sangsi di departemen keamanan. Di pondok ini pendidikan memang berjalan selama 24 jam. Dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi. Jika materi dalam kelas para santri belajar materi maka di luar kelas para santri belajar kedisiplinan dan bermasyarakat. Materi yang diberikan di kelas diterapkan di luar kelas seakan seang bermasyarakat. Baik itu dalam bidang ibadah maupun bidang sosial lainnya. Rasulullah melarang umatnya untuk minum berdiri maka disini minum dan makan dengan berdiri dilarang. Entahlah himah apa dibalik rasul melarang minum sambil berdiri tetapi suatu ahari aku harus tahu apa hikmah dibalik itu. Terlambat, tidak solat jama’ah, tidur waktu mengaji, dan banyak peraturan lain yang kita anggap remeh menjadi suatu peraturan penting yang berat hukumannya. Apalagi sampai ada santri yang kabur atau keluar dari pondok tanpa izin, merokok, berbuat asusila, minum minuman keras, berjudi, berkelahi menjadi suatu pelanggaran yang sangat fatal dan sangat berat hukumannya. Dipukuli dengan balok kayu, di tempeleng, di cukur rambutnya sampai botak, diskors bahkan di keluarkan dari pondok untuk selamanya. Departemen keamanan menjadi seperti monster di pondok. Santri yang terpilih menjadi departemen keamanan akan memiliki wibawa yang besar. Disegani dan ditakuti oleh semua santri. Postur tubuh yang besar juga mendukung mereka untuk menjadi layaknya monster yang siap menerkam siapa saja yang berani melanggar peraturan yang ada. Dengan hal ini menjadikan semua santri tidak berani melanggar peraturan. Namun tetap saja hal – hal kecil seperti makan berdiri atau tertidur waktu subuh akan selalu terjadi karena terlalu dianggap remeh dan kekhilafan. Tapi hal – hal yang besar terkadang tetap dilanggar karena suatu tekanan. Seperti candu yang parah bagi mereka yang merokok atau tekanan batin akan kerasnya hidup di pondok.
Setiap hari semua itu berjalan dan aku rasakan di dalam pesantren ini. sungguh suatu kehidupan keras yang sangat jauh dari yang kurasakan sebelum masuk kesini. Dan akan terus kujalani di pesantren ini selama enam tahun ke depan. Sungguh suatu perjalanan yang amat sangat panjang yang harus kujalani.
****
Judul: Episode 6 _Rival_
Rating: 10 out of 10 based on 24 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh Aghry

Jika Anda Suka Tulisan Ini, Mohon dishare ke teman - teman juga ya agar mereka juga dapat menikmati. Berikan juga penghargaan pada tulisan ini dengan menekan tombol G+. Mohon kesan dan kritiknya juga di komentar guna memperbaiki tulisan ini. Terima Kasih Atas Kunjungan Anda...

0 comments:

Posting Komentar

 
;